Karierku Tumbuh Dari Bibit Yang Berasal Dari Dompu
Sebagai Dokter Muda saya penuh dengan idealisme. Saya mempunyai cita-cita Dokter Ahli Bedah. Selama saya orientasi di RSU Mataram, saya fokus di bagian bedah. Saya banyak melakukan operasi di bawah bimbingan Dr. Burhanudin (alm): direktur RSU Mataram, bukan ahli bedah tetapi berpengalaman dan sukses melakukan bedah. Waktu itu belum ada ahli bedah di NTB. Saya diberi ilmu membedah agar di daerah terpencil bisa melakukan bedah dalam keadaan darurat.
Cita-cita Berbeda Dengan Kenyataan
Saya serius mempelajari kesehatan masyarakat di Dompu. Suatu kesempatan emas mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran di dalam masyarakat. Saya telah mendapat hadiah menangani wabah cholera, TBC. Ada hal yang membuat saya berpikir ekstra. Di Dompu pada waktu itu banyak kasus KUSTA. Saya mulai heran...kenapa mereka bersembunyi, pelayanannyapun terpisah dari Puskesmas yang terkenal dengan nama Balai Pengobatan Kusta.
Dari sekian penyakit menular, yang membuat saya ekstra berpikir adalah penyakit kusta. Ada penyakit menular yang dikatagorikan proritas (yang memberi angka kematian cepat dan tinggi) misalnya Cholera. Kusta tidak memberi angka kematian tinggi, penanganan tetap dikerjakan baik tetapi dalam anggaran biaya tidak merupakan prioritas sehingga mendapat biaya yang paling rendah, sedangkan masalahnya sangat besar.
Masalah kusta sangat besar karena tingginya leprophobia (rasa takut kusta berlebihan), Stigma, diisolasi bahkan ada yang dipasung tidak boleh keluar rumah, salah pengertian tentang kusta (penyakit keturunan, guna-guna, salah makan, kutukan Tuhan dll). Pelayanan pengobatan pun ditentukan ditempat khusus (Balai Pengobatan Kusta). Kalau tidak mau datang berobat, petugas kusta yang mengantarkan obat ke rumahnya.
Saya melakukan pengamatan ekstra terhadap kusta. Saya periksa kesehatan mereka dan kumpulkan data yang bagus dan memberi laporan ke Dinkes Propinsi di Mataram dengan tujuan supaya mendapat biaya yang memadai untuk pelayanan penyakit dengan permasalahan besar.
Dari Mataram laporan saya diteruskan ke Subdit Kusta Jakarta .....dengan sedikit penjelasan... ada dokter yang tertarik dengan kusta. Begitu saya dipindah ke Mataram, tidak berapa lama saya dikirim ke Karigiri India untuk belajar kusta….jadilah peredikat saya dokter kusta provinsi. Seterusnya pengembangan karier saya selalu dikaitkan dengan kusta. Saya pernah menjadi Direktur RSI Sitihajar Mataram, tetapi tidak lepas dari program kusta.
Dengan perjalanan panjang akhirnya saya diberi jabatan terakhir di Depkes sebagai Kepala Subdirektorat Pemberantasan Kusta Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular (Ditjen P3M). Dengam posisi strategis ini karier saya berkembang...JOIN LEPROSY SEE THE WORLD. Setelah pensiun, saya masih terus bekerja sebagai konsultan kusta. Pada bulan Januari 2011 saya mendapat penghargaan Change A Life Award dari NLR Belanda.
Tulisan ini semoga dapat memberi inspirasi kepada kaum muda.
Cita-cita Berbeda Dengan Kenyataan
Dr. Yamin Hasibuan (penulis), 1975
Saya serius mempelajari kesehatan masyarakat di Dompu. Suatu kesempatan emas mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran di dalam masyarakat. Saya telah mendapat hadiah menangani wabah cholera, TBC. Ada hal yang membuat saya berpikir ekstra. Di Dompu pada waktu itu banyak kasus KUSTA. Saya mulai heran...kenapa mereka bersembunyi, pelayanannyapun terpisah dari Puskesmas yang terkenal dengan nama Balai Pengobatan Kusta.
Dari sekian penyakit menular, yang membuat saya ekstra berpikir adalah penyakit kusta. Ada penyakit menular yang dikatagorikan proritas (yang memberi angka kematian cepat dan tinggi) misalnya Cholera. Kusta tidak memberi angka kematian tinggi, penanganan tetap dikerjakan baik tetapi dalam anggaran biaya tidak merupakan prioritas sehingga mendapat biaya yang paling rendah, sedangkan masalahnya sangat besar.
Masalah kusta sangat besar karena tingginya leprophobia (rasa takut kusta berlebihan), Stigma, diisolasi bahkan ada yang dipasung tidak boleh keluar rumah, salah pengertian tentang kusta (penyakit keturunan, guna-guna, salah makan, kutukan Tuhan dll). Pelayanan pengobatan pun ditentukan ditempat khusus (Balai Pengobatan Kusta). Kalau tidak mau datang berobat, petugas kusta yang mengantarkan obat ke rumahnya.
Saya melakukan pengamatan ekstra terhadap kusta. Saya periksa kesehatan mereka dan kumpulkan data yang bagus dan memberi laporan ke Dinkes Propinsi di Mataram dengan tujuan supaya mendapat biaya yang memadai untuk pelayanan penyakit dengan permasalahan besar.
Dari Mataram laporan saya diteruskan ke Subdit Kusta Jakarta .....dengan sedikit penjelasan... ada dokter yang tertarik dengan kusta. Begitu saya dipindah ke Mataram, tidak berapa lama saya dikirim ke Karigiri India untuk belajar kusta….jadilah peredikat saya dokter kusta provinsi. Seterusnya pengembangan karier saya selalu dikaitkan dengan kusta. Saya pernah menjadi Direktur RSI Sitihajar Mataram, tetapi tidak lepas dari program kusta.
Dengan perjalanan panjang akhirnya saya diberi jabatan terakhir di Depkes sebagai Kepala Subdirektorat Pemberantasan Kusta Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular (Ditjen P3M). Dengam posisi strategis ini karier saya berkembang...JOIN LEPROSY SEE THE WORLD. Setelah pensiun, saya masih terus bekerja sebagai konsultan kusta. Pada bulan Januari 2011 saya mendapat penghargaan Change A Life Award dari NLR Belanda.
Tulisan ini semoga dapat memberi inspirasi kepada kaum muda.
Amsterdam, 28 Januari 2011